Sepasang Tangan yang Tidak Pernah Lelah: Kisah Cinta, Kejujuran, dan Pengorbanan Seorang Ibu
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya

Dalam sunyi malam dan gemuruh rindu yang tak bertepi, aku mengenang sepasang tangan yang tak pernah lelah. Tangan yang menguleni adonan dengan penuh kasih, yang menata kue-kue dengan telaten, yang mengusap keringatnya sendiri tanpa keluh. Tangan yang tak hanya menghidangkan rezeki, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kehidupan yang kelak menjadi kompas bagiku.
Zela Prameswari Nama yang Sarat Makna
Namaku, Zela Prameswari, bukan sekadar rangkaian huruf tanpa arti. Ia adalah singkatan dari tempat ayahku bekerja, PT Zebra Express Latansa, perusahaan ekspedisi tempat beliau pernah berjuang sebagai Manager Marketing. Namun, takdir berkata lain. Saat usiaku baru menginjak dua tahun, ayah berpulang, meninggalkan aku dan ibu dalam pelukan takdir yang baru.
Ibu tak punya pilihan selain melanjutkan hidup dengan keteguhan hati. Ia memilih berdagang kue di pasar, bukan hanya untuk bertahan, tetapi juga agar tetap bisa membersamaiku. Ia ingin memastikan bahwa tangannya, yang menggantikan peran ayah, tetap bisa mengusap kepalaku setiap pagi, mendoakanku sebelum berangkat sekolah, dan menggenggamku erat saat aku merasa goyah.
Pelajaran Kejujuran dari Sebuah Dompet yang Tertinggal
Hari itu, seorang perempuan berhijab syar’i datang membeli kue ibu. “Bu, saya beli risol tiga, lontongnya tiga. Jadi berapa semuanya?” tanyanya lembut.
“Lima belas ribu, Kak,” jawab ibu dengan senyum khasnya.
Perempuan itu menyerahkan selembar uang dua puluh ribu lalu berlalu pergi. Namun, saat ibu hendak memberikan kembaliannya, matanya menangkap sesuatu yang tertinggal: sebuah dompet. Tanpa ragu, ibu tergopoh mengejarnya, menyerahkan uang kembalian beserta dompetnya.
“Nak,” katanya kemudian, “apa yang bukan hak kita, jangan pernah kita ambil. Hak kita hanya lima belas ribu, maka sisanya harus dikembalikan. Dan jika menemukan barang yang bukan milik kita, bergegaslah mengembalikannya kepada pemiliknya.
Begitulah pelajaran kejujuran pertama yang ibu tanamkan dalam jiwaku. Bukan dengan kata-kata panjang, tetapi dengan teladan nyata yang kelak menjadi pegangan hidupku.
Kesabaran dalam Derasnya Cobaan
Ibu adalah lautan kesabaran yang tak bertepi. Terkadang, ia harus menerima cibiran dari pembeli yang kasar atau bahkan sesama pedagang yang iri. Namun, ia hanya tersenyum, menahan segala luka dengan ketegaran yang tak tergoyahkan.
“Zela sayang!” Itu panggilan yang selalu kudengar darinya. Panggilan penuh kasih yang kini tak lagi bergema di telingaku.
Tepat saat aku berusia 22 tahun, di hari paling bersejarah dalam hidupku—hari wisudaku—ibu pergi untuk selamanya. Tak ada lagi tangan yang mengusap kepalaku sebelum berangkat, tak ada lagi doa yang dilantunkan setiap pagi. Aku rapuh, tenggelam dalam kehilangan yang tak terjelaskan.
Namun, suara ibu masih terpatri di benakku :
Nak, kita tidak pernah sendirian. "Allah selalu bersama kita.”
“Nak, kelak jika ibu tiada, kamu harus kuat. Semoga Allah selalu memberikanmu kekuatan.”
“Nak, doakan ibu terus, walaupun ibu sudah tiada.”
Hikmah dalam Al-Qur’an: Memuliakan Orang Tua
Di tengah kesedihan yang menyelimuti, aku menemukan cahaya dalam ayat-ayat suci. Al-Qur’an selalu mengiringkan perintah menyembah Allah dengan perintah memuliakan orang tua.
- Surah Al-Isra (17:23-24): “Janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’, dan janganlah kamu membentak mereka, tetapi ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
- Surah Luqman (31:14-15): “Kami perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya.”
- Surah An-Nisa (4:36), Al-An’am (6:151), Maryam (19:14-15, 32-33), Al-Ahqaf (46:15-17), Al-Baqarah (2:83), dan At-Taubah (9:113)—semuanya berulang kali menegaskan pentingnya berbakti kepada orang tua.
Warisan Seorang Ibu yang Abadi
Sepasang tangan yang tak pernah lelah itu mungkin telah pergi, tapi jejaknya abadi dalam hidupku. Kejujuran, kesabaran, ketulusan, dan keikhlasan adalah warisan yang lebih berharga dari sekadar harta.
Dan kini, saat aku melangkah dalam kehidupan, aku sadar bahwa setiap ujian, setiap cobaan, adalah bagian dari perjalanan yang telah ibu persiapkan untukku. Karena aku bukan hanya anak dari seorang pejuang, aku adalah saksi dari cinta yang tak lekang oleh waktu.
Ikuti terus blog ini untuk mendapatkan lebih banyak kisah inspiratif yang bermanfaat!
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya

Komentar
Posting Komentar