Mengenal Mushaf Sundawi: Mushaf Al-Qur’an Emas Bernuansa Budaya Sunda

 

Foto yoen Asmi replika mushaf sundawi

Kalau biasanya kita membahas mushaf dari sisi teks, Mushaf Sundawi mengajak kita melihat Al-Qur’an dari rupa, rasa, dan identitas budaya Jawa Barat. Ia tetap Al-Qur’an yang sahih, tetapi tampil dengan iluminasi (hiasan) yang lahir dari tradisi Pasundan seperti memolo masjid, motif batik, patrakomala, sampai gandaria. Cantik, berwibawa, dan penuh makna.

Apa itu Mushaf Sundawi?

“Sundawi” di sini bukan nama bahasa tulisannya, melainkan konsep desain dan tatanan iluminasi yang diterapkan di setiap halaman mushaf. Sumber inspirasinya dua: (1) motif Islami khas Jawa Barat (memolo, batik, ukiran mimbar/mihrab) dan (2) flora khas Pasundan (gandaria, patrakomala, hanjuang, teh, dsb.). Tujuannya satu: memperindah tampilan ayat-ayat Al-Qur’an.

Sebuah Lahir yang Dirancang dengan Cinta

Gagasan Mushaf Sundawi diprakarsai oleh Gubernur Jawa Barat saat itu, H.R. Nuriana. Perjalanan panjangnya dimulai 14 Agustus 1995 (17 Rabiul Awal 1416 H), bertepatan dengan Maulid Nabi. Selama ±14 bulan, para khattat, seniman iluminasi, dan tim tashih menorehkan ayat demi ayat hingga akhirnya diresmikan pada 25 Januari 1997 (17 Ramadan 1417 H).

Sejarah mencatat: mushaf ini bukan lahir sekadar sebagai kitab, tapi sebagai “mahkota” Jawa Barat. Ia adalah bukti bahwa ayat suci bisa berdialog mesra dengan budaya tanpa mengurangi kesakralannya.

Detail yang Menakjubkan

Mushaf Sundawi bukan sekadar indah dipandang, ia juga kokoh dalam data dan detail:

763 halaman (15 baris per halaman) ditulis di atas kertas Conqueror Laid 250 gr, berukuran ±77,4 × 45,6 cm.

Tinta khusus (Dr. Ph. Martin’s) dan cat akrilik (Winsor & Newton) digunakan untuk menjaga kejernihan warna.

1.500 gram emas prada dan 1.000 gram emas murni serbuk ditaburkan sebagai iluminasi, membuat setiap halaman seakan berkilau cahaya.

Khat naskhi dipilih untuk teks utama, sementara judul surah bercorak kufi berlapis emas.

Setiap titik, garis, dan lekukan tak dikerjakan asal. Ia melalui tashih Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Kemenag RI sebuah jaminan bahwa keindahan tidak melunturkan ketepatan.

Ragam Hias: Jawa Barat dalam Setiap Juz

Yang unik, setiap juz Mushaf Sundawi dihiasi motif yang berbeda, seakan Jawa Barat hadir lembar demi lembar.

  • Juz 1 & 18: motif daun teh, melambangkan sejuknya Priangan.
  • Juz 6 & 23: motif Banten dan Cirebon, pusat peradaban Islam di tatar Sunda.
  • Juz 10 & 27: motif Tasikmalaya yang terkenal dengan kerajinannya.
  • Juz 14: motif patrakomala, bunga khas Bandung yang jadi simbol kebahagiaan.

Dan di puncak bingkai mushaf, tampak hiasan menyerupai tiara inspirasi dari Memolo, mahkota masjid tradisional Jawa Barat. Seakan mushaf ini berkata: “Aku berdiri dengan mahkota Pasundan, sambil tetap tunduk pada Tuhan semesta alam.”

Rumah Mushaf Sundawi

Hari ini, Mushaf Sundawi disimpan di dalam tiga peti kayu besar di Galeri Mushaf Sundawi, Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Jawa Barat, Jl. Diponegoro 63 Bandung. Galeri ini dibuat khusus, berdampingan dengan perpustakaan Pusdai, sebagai ruang bagi siapa saja yang ingin melihat keindahan mushaf secara langsung.

Beberapa museum, termasuk Museum Al Jabbar, memang mengenalkan Mushaf Sundawi dalam pamerannya. Namun naskah asli yang ditulis dengan emas itu tetap dijaga di Pusdai.

Kenapa Mushaf Sundawi Penting

Harmoni wahyu dan budaya – Teks Al-Qur’an tetap suci, yang berubah hanyalah bingkai yang memperindahnya.

Karya adiluhung – Dikerjakan tangan-tangan terampil dengan material terbaik, Mushaf Sundawi setara mahakarya seni rupa.

Identitas Jawa Barat – Dari memolo hingga patrakomala, mushaf ini merekam budaya Sunda dalam cahaya tinta dan emas.

Mushaf ini tidak untuk diperjualbelikan. Ia adalah mushaf pertama yang secara total menampilkan identitas daerah dalam iluminasi, sehingga disebut-sebut sebagai wajah Islam yang membumi di Nusantara.

Penutup

Mushaf Sundawi adalah pertemuan indah antara langit dan bumi. Ayat-ayat suci turun dari langit, lalu dibingkai dengan motif yang lahir dari bumi Pasundan. Ia adalah simbol: bahwa iman bisa bersemi dalam budaya, dan budaya bisa tumbuh mulia dalam iman.

Ketika kita menatap Mushaf Sundawi, seolah kita sedang membaca Al-Qur’an sambil berjalan di kebun teh, melewati patrakomala yang mekar, dan menatap memolo masjid yang menjulang, semuanya mengantarkan kita kembali kepada Sang Pemilik Kalam.

Wallahu’alam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sepasang Tangan yang Tidak Pernah Lelah: Kisah Cinta, Kejujuran, dan Pengorbanan Seorang Ibu

"Sayyidah Khadijah: Cinta, Keteguhan, dan Inspirasi untuk Perempuan Zaman Sekarang"

Tentang saya