Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2025

Rabiah al-Adawiyah: Perempuan Sufi yang Menyulut Api Cinta Ilahi

Gambar
 "Aku mencintai-Mu dengan dua cinta: cinta karena diriku, dan cinta karena diri-Mu. Cinta karena diriku membuatku selalu mengingat-Mu, sedang cinta karena diri-Mu, membuatku melihat-Mu apa pun adanya. Tiada pujian bagiku dalam cinta yang pertama, namun bagi-Mu segala pujian dalam cinta yang kedua.”  - Rabiah al-Adawiyah (diriwayatkan dalam Abu Thalib al-Makki, Qut al-Qulub) Puisi ini bukan sekadar rangkaian kata, tapi letupan hati seorang perempuan sufi yang membakar sejarah. Dialah Rabiah al-Adawiyah, seorang perempuan sederhana dari Basra, Irak, yang hidup pada abad ke-8 M. Dari lorong kemiskinan dan kesepian, Rabiah menjelma menjadi simbol cinta Ilahi yang murni. Filosofi Cinta Rabiah Cinta bagi Rabiah bukan sekadar rasa, melainkan pengabdian. Ia menolak konsep ibadah yang dilandasi rasa takut akan neraka atau keinginan akan surga. Baginya, cinta yang sejati adalah cinta yang murni tanpa syarat. Simbol paling terkenal adalah saat ia membawa obor dan air. Obor untuk membakar...

Mengenal Mushaf Sundawi: Mushaf Al-Qur’an Emas Bernuansa Budaya Sunda

Gambar
  Foto yoen Asmi replika mushaf sundawi Kalau biasanya kita membahas mushaf dari sisi teks, Mushaf Sundawi mengajak kita melihat Al-Qur’an dari rupa, rasa, dan identitas budaya Jawa Barat. Ia tetap Al-Qur’an yang sahih, tetapi tampil dengan iluminasi (hiasan) yang lahir dari tradisi Pasundan seperti memolo masjid, motif batik, patrakomala, sampai gandaria. Cantik, berwibawa, dan penuh makna. Apa itu Mushaf Sundawi? “Sundawi” di sini bukan nama bahasa tulisannya, melainkan konsep desain dan tatanan iluminasi yang diterapkan di setiap halaman mushaf. Sumber inspirasinya dua: (1) motif Islami khas Jawa Barat (memolo, batik, ukiran mimbar/mihrab) dan (2) flora khas Pasundan (gandaria, patrakomala, hanjuang, teh, dsb.). Tujuannya satu: memperindah tampilan ayat-ayat Al-Qur’an. Sebuah Lahir yang Dirancang dengan Cinta Gagasan Mushaf Sundawi diprakarsai oleh Gubernur Jawa Barat saat itu, H.R. Nuriana. Perjalanan panjangnya dimulai 14 Agustus 1995 (17 Rabiul Awal 1416 H), bertepatan dengan...

Poligami dan Kesetiaan: Saat Rasa Sayang Bukan Lagi Abadi

Gambar
Apakah kesetiaan itu sebuah janji suci yang tak tergoyahkan, atau hanya ilusi yang rapuh di hadapan gejolak emosi manusia? Pertanyaan ini selalu muncul ketika kita bicara tentang poligami. Sebagian orang melihat poligami sebagai persoalan agama, budaya, atau bahkan strategi hidup. Namun, jika ditarik ke ranah psikologi, kita akan menemukan fakta menarik: ternyata rasa sayang manusia tidak pernah statis. Psikologi menjelaskan bahwa emosi dasar seperti cinta, kasih sayang, dan keterikatan memang bisa berubah. Teori cinta dari Robert Sternberg menyebut bahwa cinta memiliki tiga komponen:  gairah, keintiman, dan komitmen.  Kombinasi ketiganya bisa naik-turun seiring waktu. Rasa sayang yang dulu menggebu bisa meredup, sementara kehangatan baru bisa tumbuh dari pertemuan tak terduga. Ada sebab-akibat yang jelas di baliknya. Secara biologis, hormon dopamin membuat kita bersemangat saat jatuh cinta, sementara oksitosin menciptakan ikatan keintiman. Tetapi, jika kebutuhan e...

Ibnu Khaldun: Filosof Muslim dan Teori Peradaban

Gambar
Ada orang-orang yang seakan dilahirkan terlalu cepat untuk zamannya. Mereka menulis, berpikir, dan melahirkan gagasan yang baru benar-benar dipahami ratusan tahun setelah wafatnya. Salah satunya adalah Ibnu Khaldun. Nama yang mungkin sering terdengar di buku pelajaran, tapi sesungguhnya ia lebih dari sekadar tokoh sejarah: ia adalah pemikir yang meninggalkan fondasi ilmu sosial, sosiologi, hingga filsafat sejarah yang masih terasa relevan hari ini. Ibnu Khaldun lahir di Tunis pada 27 Mei 1332 M, dari keluarga keturunan Arab-Andalusia yang terpandang. Nama lengkapnya panjang-Abd al-Rahman bin Muhammad bin Khaldun al-Hadrami-tapi dunia cukup mengenalnya dengan sebutan Ibnu Khaldun. Dari kecil ia sudah menguasai Al-Qur’an, hadis, fikih, bahasa Arab, hingga ilmu logika. Tidak berhenti di sana, ia juga mendalami matematika, astronomi, filsafat, bahkan politik. Singkatnya, ia adalah polymath sejati. Namun, yang membuat Ibnu Khaldun berbeda bukan hanya kecerdasannya, melainkan car...